Selasa, 13 Maret 2012

salah satu keragaman

Satu Dalam Keragaman

Sebagai salah satu anggota kelompok dari sebuah komunitas masyarakat yang beragam, baik dari segi budaya, bahasa, suku, dan agama yang ada di negeri ku tercinta Indonesia, aku merasa sangat beruntung sekali. Mengapa begitu? Karena dalam keberagaman ini ada begitu banyak nilai dan norma kehidupan yang bisa aku ambil dan ku pelajari. Semua nilai yang bisa ku pelajari dalam lingkungan masyarakat yang beragam ini membuat ku merasa bahwa sebenarnya tak selamanya perbedaan itu menjadi jembatan pemisah antara kita dan orang-orang disekitar kita yang kebetulan berbeda, apakah berbeda agama, suku, warna kulit, dan lain sebagainya.

Sebenarnya kalau saja kita mau lebih memahami dan terbuka, perbedaan-perbedaan inilah yang telah membuat kita semua bersatu karena kalau tidak, negara kita tidak akan memilih slogan nasional Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu (Diversity in Unity). Dengan berbeda, bukan berarti kita harus terpisah. Perbedaan yang sama-sama kita miliki ini adalah bahan dasar untuk membuat sebuah rantai jalinan yang kuat yang dapat mengikat kita semua dalam satu bandulan besar sebuah negara. Mengambil perumpamaan sebuah negara mungkin akan terlalu kompleks. Maka aku akan mengambil contoh satu dalam keragaman ini dalam sebuah keluarga saja. Karena semua kita ini adalah bagian atau anggota dari sebuah kelauraga, bukan?

Dalam keluarga ku, selain ibu dan ayah, aku hanya memiliki seorang adik lelaki yang saat ini sudah tak bersekolah lagi karena dia memilih untuk bekerja saja, dan sekarang dia sedang bekerja di sebuah perusahaan swasta di kota kelahiran kami, Medan. Ayah ku seorang karyawan atau buruh di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri ban kendaraan seperti mobil, truk, motor, dan sepeda. Tempat kerjanya tak jauh dari rumah tinggal kami, hanya perlu waktu 15 menit dari rumah dengan mengendarai angkutan umum. Ibu ku hanya seorang ibu rumahtangga biasa saja. Namun akrif dalam kegiatan PKK di Desa kami, dan saat ini sedang dipercaya menjadi ketua Tim Penggerak PPK untuk tingkat desa. Karena kegiatn ini, terkadang ibu ku jarang ada dirumah kalau sedang banyak kegiatan di desa kami. Saat aku dan adik ku masih duduk di bangku sekolah dasar, ibuku malah sering ikut dalam penataran PKK yang diadakan oleh PKK Desa atau Kecamatan di tempat kami tinggal. Kami sering dititipkan ke Ibunya ibu ku atau nenek kami. Itulah gambaran singkat tentang keluarga ku. Jadi, dalam satu keluarga kecil ku ada empat anggota keluarga.

Di antara kami berempat, tidak ada satupun diantara kami yang sama. Baik dari segi karakter atau warna kulit. Sama dalam arti persisi 100%. Adik ke berkulit putih seperti ibu, tapi tak seputih ibu. Sedangkan aku berkulit hitam, lebih hitam dari ayah. Aku dan adik ku adalah perpaduan ibu dan ayah. Sifat ku lebih banyak seperti ayah, sedikti keras kepala. Sedangkan adik ku tidak memiliki sifat siapapun. Dia punya sifatnya sendiri yang tak mirip ke ibu atau ayah. Kalau kami sedang berkumpul dan bicara bersama, hal ini sering kami lakukan saat malam libur sekolah seperti malam minggu, akulah yang selalu menjadi bahan pembicaraan kami. Bahkan akulah yang sering menjadi bahan 'ledekan' sekali-kali, karena kulit ku yang hitam. Adik ku suka bilang aku bukan anak atah dan ibu karena ibu putih dan ayah tak sehitam aku.

Waktu masih kanak-kanak, saat adik ku bercanda seperti ini, aku sering merasa sedih dan suka bertanya pada ibu apakah benar aku bukan anak ayah dan ibu. Apalagi pernah suatu kali dalam sebuah acara pesta perkawinan saudara dari ibu, aku di suruh keluar ruangan acara sama yang punya hajat karena mengira aku bukan anggota keluarga. Waktu itu pengantinnya mau akad nikah, jadi yang tak berkepentingan diminta keluar. Karena ibu anggota keluarga maka kami masuk ke dalam rumah, tidak duduk diluar. Dan karena aku berkulit hitam sehingga tak seperti ibu, aku disuruh keluar karena takut mengganggu. Aku sempat nangis karena takut. Waktu ibu bilang ke yang punya hajat kalau aku anak ibu, yang punya hajat heran, "Anak mu kok ireng?". Aku tanya ibu ireng itu apa, ibu jawab ireng itu manis. Ah, ibu memang baik, tak ingin membuat ku lebih sedih. Setelah satu minggu kemudian aku baru tahu kalau ireng itu bahasa jawab untuk kata hitam . Aku sedikti protes ke ibu kenapa waktu itu bohong ke aku, trus dia bilang: "Hitam-hitam kan, hitam manis, iya kan?" Sambil mencium keningku. Ahh....ibu aku jadi sedih ni. (Mana lagi kangen ni ama ibu). Dan ibu suka marah kalau aku tanya apa benar aku bukan anak ayah dan ibu setelah diledek adikku, dan dia selalu menjawab: "Jangan perdulikan ucapan adik mu, dia hanya menggoda saja."

Ya itulah keluarga ku. Kami semua berbeda, dan aku yakin hal ini juga terjadi di keluarga-keluarga lain. Tapi mungkin berbeda kasus dan permasalahannya saja. Namun bukan tidak mungkin ada juga salah seorang anak dalam anggota keluarga tersebuat nyang bernasib seperti aku. Dulu aku suka merasa dikucilkan dan rendah diri karena warna kulit ku ini. Yah, namanya juga kanak-kanak, suka punya rasa sensitif yang berlebihan. Setelah beranjak lebih dewasa dari segi umur, aku mulai belajar dan mengerti bahwa warna kulit bukan alasan buatku untuk menjadi kecil hati dan rendah diri. Rendah diri boleh, tapi bukan berarti nggak percaya dirikan? Aku mulai belajar untuk mencari sesuatu yang bisa aku banggakan ke orang tuaku dan orang-orang disekitar ku, sehingga mereka tak lagi melihat kekurangan ku dari warna kulit, tapi meilihat kelebihan ku yang lain. Akhirnya, semua masa-masa itupun terlewati.

Namun, apapun perbedaan yang ada dalam lekuarga ku, kami tetap satu dalam ikatan darah. Setiap perbedaan yang kami miliki adalah komponen penguat keluarga kami. Perbedaan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kami masing-masing telah membuat kami saling menutupi ruang-ruang atau sela-sela kosong yang mungkin ada di antara bandul keluarga ku. Sifat ayah yang terkadang suka 'keras', terimbangi dengan sikap ibu yang lebih lembut dan lunak. Ledekan dari adik ku terhadapa warna kulit ku membuat ku menjadi lebih berusaha untuk mencari kelebihan ku yang lain yang bisa menutupi hal itu. Begitulah semuanya terjalin menjadi satu dalam ikatan kuat yang disebut keluarga. Kini saat kami telah sama-sama dewasa dari segi usia, tak ada lagi perbedaab-perbedaan seperti itu yang kami rasakan, walaupun pada hakekatnya perbedaan itu tetap akan ada selamanya. Namun, semua itu telah bersatu dalam satu keseragaman yang membangun keluargaku. Begitulah keluarga yang aku punya, kami bersatu dalam keragaman, dan aku yakin semua kita berada dalam keadaan yang sama.

Jadi, tak selamanya keragaman itu menjadi pemisah antar kita dengan yang lainnya. Malah sebaliknya, keragaman itu selayaknya bisa membuat kita bersatu untuk saling melengkapi dalam keragaman yang ada.

Ini hanya sebuah cerita dari seorang anak manusia yang sedang belajar dari hidup yang sedang dia jalani. Siapapun kita, pasti akan memiliki pandangan yang berbeda dalam menyingkapai sebuah masalah, meskipun masalahnya mungkin sama. Namun, alangkah indahnya kalau keragaman cara pandang ini membuat kita semua bersatu dalam niatan untuk mengatasi masalah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar